periode
kejayaan portugis di nusantara
Periode
1511-1526, selama 15 tahun, Nusantara menjadi pelabuhan maritim
penting bagi Kerajaan Portugis, yang secara reguler menjadi rute
maritim untuk menuju Pulau Sumatera, Jawa, Banda, dan Maluku.
Pada
tahun 1511 Portugis mengalahkan Kerajaan Malaka.
Pada
tahun 1512 Portugis menjalin komunikasi dengan Kerajaan
Sunda untuk
menandatangani perjanjian dagang, terutama lada. Perjanjian dagang
tersebut kemudian diwujudkan pada tanggal 21 Agustus 1522 dalam
bentuk dokumen kontrak yang dibuat rangkap dua, satu salinan untuk
raja Sunda dan satu lagi untuk raja Portugal. Pada hari yang sama
dibangun sebuah prasasti yang disebutPrasasti
Perjanjian Sunda-Portugal di
suatu tempat yang saat ini menjadi sudut Jalan Cengkeh dan Jalan Kali
Besar Timur I, Jakarta Barat. Dengan perjanjian ini maka Portugis
dibolehkan membangun gudang atau benteng di Sunda
Kelapa.
Pada
tahun 1512 juga Afonso de Albuquerque mengirim Antonio Albreu dan
Franscisco Serrao untuk memimpin armadanya mencari jalan ke tempat
asal rempah-rempah di Maluku. Sepanjang perjalanan, mereka singgah di
Madura, Bali, dan Lombok. Dengan menggunakan nakhoda-nakhoda Jawa,
armada itu tiba di Kepulauan Banda, terus menuju Maluku Utara hingga
tiba di Ternate.
Kehadiran
Portugis di perairan dan kepulauan Indonesia itu telah meninggalkan
jejak-jejak sejarah yang sampai hari ini masih dipertahankan oleh
komunitas lokal di Nusantara, khususnya flores, Solor dan Maluku, di
Jakarta Kampong Tugu yang terletak di bagian Utara Jakarta, antara
Kali Cakung, pantai Cilincing dan tanah Marunda.
Bangsa
Eropa pertama yang menemukan Maluku adalah Portugis, pada tahun 1512.
Pada waktu itu 2 armada Portugis, masing-masing dibawah pimpinan
Anthony d'Abreu dan Fransisco Serau, mendarat di Kepulauan Banda dan
Kepulauan Penyu. Setelah mereka menjalin persahabatan dengan penduduk
dan raja-raja setempat - seperti dengan Kerajaan Ternate di pulau
Ternate, Portugis diberi izin untuk mendirikan benteng di Pikaoli,
begitupula Negeri Hitu lama, dan Mamala di Pulau Ambon.Namun hubungan
dagang rempah-rempah ini tidak berlangsung lama, karena Portugis
menerapkan sistem monopoli sekaligus melakukan penyebaran agama
Kristen. Salah seorang misionaris terkenal adalah Santo Fransiscus
Xaverius. Tiba di Ambon 14 Pebruari 1546, kemudian melanjutkan
perjalanan ke Ternate, tiba pada tahun 1547, dan tanpa kenal lelah
melakukan kunjungan ke pulau-pulau di Kepulauan Maluku untuk
melakukan penyebaran agama. Persahabatan Portugis dan Ternate
berakhir pada tahun 1570. Peperangan dengan Sultan Babullah selama 5
tahun (1570-1575), membuat Portugis harus angkat kaki dari Ternate
dan terusir ke Tidore dan Ambon.
Perlawanan
rakyat Maluku terhadap Portugis, dimanfaatkan Belanda untuk
menjejakkan kakinya di Maluku. Pada tahun 1605, Belanda berhasil
memaksa Portugis untuk menyerahkan pertahanannya di Ambon kepada
Steven van der Hagen dan di Tidore kepada Cornelisz Sebastiansz.
Demikian pula benteng Inggris di Kambelo, Pulau Seram, dihancurkan
oleh Belanda. Sejak saat itu Belanda berhasil menguasai sebagian
besar wilayah Maluku. Kedudukan Belanda di Maluku semakin kuat dengan
berdirinya VOC pada tahun 1602, dan sejak saat itu Belanda menjadi
penguasa tunggal di Maluku. Di bawah kepemimpinan Jan Pieterszoon
Coen, Kepala Operasional VOC, perdagangan cengkih di Maluku sepunuh
di bawah kendali VOC selama hampir 350 tahun. Untuk keperluan ini VOC
tidak segan-segan mengusir pesaingnya; Portugis, Spanyol, dan
Inggris. Bahkan puluhan ribu orang Maluku menjadi korban kebrutalan
VOC.
kemudian
mereka membangun benteng di Ternate tahun 1511, kemudian tahun 1512
membangun Benteng di Amurang Sulawesi Utara. Portugis kalah perang
dengan Spanyol maka daerah Sulawesi utara diserahkan dalam kekuasaan
Spanyol (1560 hingga 1660). Kerajaan Portugis kemudian dipersatukan
dengan Kerajaan Spanyol. Abad 17 datang armada dagang VOC (Belanda)
yang kemudian berhasil mengusir Portugis dari Ternate, sehingga
kemudian Portugis mundur dan menguasai Timor timur (sejak 1515).
Kolonialisme
dan Imperialisme mulai merebak di Indonesia sekitar abad ke-15, yaitu
diawali dengan pendaratan bangsa Portugis di Malaka dan bangsa
Belanda yang dipimpin Cornellis de Houtman pada tahun 1596, untuk
mencari sumber rempah-rempah dan berdagang.
perlawanan
rakyat terhadap portugis
Kedatangan
bangsa Portugis ke Semenanjung Malaka dan ke Kepulauan Maluku
merupakan perintah dari negaranya untuk berdagang.Pada gagal karena
Portugis mendapat perlawanan keras dari rakyat Aceh. Pada saat Sultan
Iskandar Muda berkuasa, Kerajaan Aceh pernah menyerang Portugis di
Malaka pada tahun 1615 dan 1629.Bangsa tahun 1511, armada Portugis
yang dipimpin oleh Albuquerque menyerang Kerajaan Malaka. Untuk
menyerang colonial Portugis di Malaka yang terjadi pada tahun 1513
mengalami kegagalan karena kekuatan dan persenjataan Portugis lebih
kuat. Pada tahun 1527, armada Demak di bawah pimpinan
Fatahillah/Falatehan dapat menguasai Banten,Sunda Kelapa, dan
Cirebon. Armada Portugis dapat dihancurkan oleh Fatahillah/Falatehan
dan ia kemudian mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta yang
artinya kemenangan besar, yang kemudian menjadi Jakarta.Mulai tahun
1554 hingga tahun 1555, upaya Portugis tersebut Portugis pertama kali
mendarat di Maluku pada tahun 1511. Kedatangan Portugis berikutnya
pada tahun 1513. Akan tetapi, Ternate merasa dirugikan oleh Portugis
karena keserakahannya dalam memperoleh keuntungan melalui usaha
monopoli perdagangan rempah-rempah.
Pada
tahun 1533, Sultan Ternate menyerukan kepada seluruh rakyat Maluku
untuk mengusir Portugis di Maluku. Pada tahun 1570, rakyat Ternate
yang dipimpin oleh Sultan Hairun dapat kembali melakukan perlawanan
terhadap bangsa Portugis, namun dapat diperdaya oleh Portugis hingga
akhirnya tewas terbunuh di dalam Benteng Duurstede. Selanjutnya
dipimpin oleh Sultan Baabullah pada tahun 1574. Portugis diusir yang
kemudian bermukim di Pulau Timor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar