Kamis, 12 November 2015

Akhir Cerita Cinta Seorang Wanita Muslimah

Pagi itu aku masih saja duduk termenung di depan bangunan tua itu. Terlintas rasa tak percaya bahwa sekarang kau tak bersama ku lagi. Kau rela meninggalkanku dan melupakanku hanya untuk mengejar cinta yang lain. Tak sadarkah kau telah berapa banyak waktu yang kita lewati bersama. Kita pacaran sudah 5 tahun. Tak berarti kah itu bagimu. Hanya sekejap mata kau melirik ke tempat yang lain. Bulsit cintamu itu.
Bulsit.. bulsit.. itulah kata-kata yang selalu keluar dari mulutku. Betapa muaknya aku melihat sikapmu itu. Tak sadar olehku saat itu aku di kejutkan oleh suara yang tak asing bagi telingaku.
Re… aku senang banget akhirnya aku bisa juga jadian sama Nawan? Tutur Wisya.
Nama itu yang membuatku geram. Betapa teganya dia merebut pacaraku. Bagiku dia sahabat sejatiku. Namun ternyata dia hanya sahabat makan sahabat.
Semenjak pagi itu aku menutup mataku untuk tidak mengenal mereka berdua lagi. Sahabat penghianat dan mantan pacar yang tergiur akan kecantikan.
Cerpen Akhir Cerita Cinta Seorang Wanita Muslimah
Hari ini, hari pertama ku menginjakkan kaki ku di Universitas. Telah aku tanamkan di benakku untuk tidak mengingat lelaki itu dan dalam hatiku berharap agar aku tidak satu Universitas dengannya. Namun tuhan berkehendak lain. Aku satu Universitas dengan Nawan dan Wisya. Aku berusaha untuk lari dari hadapan mereka. Namun, tak dapat aku hindarkan mereka sudah berada di depan mataku. Terpaksa aku sok-sok baik dengan mereka.
Hey… tuturku malas.
Hey juga Re. Gak nyangka ya kita satu Universitas juga.
Hemz… itu kata-kata terakhir yang aku ucapkan. Lalu aku berlalu dari mereka.
Yang hebat lagi yang membuat aku sok pagi-pagi begini. Buaya itu juga satu jurusan dengan aku. Betapa sialnya hidupku hari ini.
Rere masih marah ya sama aku. Tanya Nawan.
Menurut lo? Singkat jawabku.
Ok. Aku minta maaf. Habisnya kamu sih gak pernah ngerti aku. Dan gak mau nurutin keinginan aku. Ya jadinya aku cari yang lain aja. Tuturnya lagi.
Oh ya. Ini buat lo. praKkkK.. tamparan yang aku berikan kepadanya.
Why? Aku di kasih tampar. Dasar ya cewek udik gak ngerti pacaran.
praKkkk. Tampar untuk kedua kalinya.
Aku meninggalkannya. Tak kuat rasa hatiku mendengar ucapan lelaki bangsat itu.
Aku tau waktu pacaran tak pernah aku berikan apa-apa dengannya. Ciuman saja tak pernah aku berikan kepadanya. Itu semua aku lakukan karna aku menjunjung adat ku. Dalam agama islam ciuman itu merupakan perbuatan yang mendekati Zina. Dan lagi pula alasan aku tak mau pacaran yang berlebih. Karna aku tak ingin memberikan sisa orang kepada suamiku nanti. Namun Nawan tak mau mengerti. Dia menganggap aku udik dan tak tahu bagaimana pacaran itu sebenarnya. Tapi bagi ku biarlah. Mungkin Nawan bukan lelaki yang baik untukku. Sekarang biarlah dia pacaran dengan Wisya. Semoga apa yang dia inginkan selama ini dapat dia dapat di Wisya. Semoga saja nanti ada lelaki yang bisa menerima aku apa adanya dan bisa menerima semua keinginanku ini.
Karna terlalu lama berpikir aku tersentak oleh suara yang sangat asing bagiku.
Jangan melamun. Gak baik tau. Tuturnya.
Oh, gak melamun kok. Oh ya who are you?
Fajar. Kalo kamu?
Rere. Nice to meet you.
Nice to meet you too. Ngomong-ngomong kenapa melamun sih? Ada masalah? Tanya Fajar padaku.
Gak ada masalah kok. Tuturku datar.
Ya udah kalo gitu. Fakultas apa? Dan jurusan apa?
Fakulas Ilmu Budaya dan jurusan Sastra Daerah. Kamu sendiri? oh ya ngomong-ngomong organisasimu apa disini? Tanyaku lagi.
Aku jurusan Farmasi. Aku anak Ukmi.
Oh calon-calon pendakwah gitu ya?
Insyaallah. Tuturnya lagi.
Ya udah aku masuk duluan ya. Tuturku sambil beramitan.
Yupz, Assalamualaikum.
Waalaikum salam. Tuturku.
Masya allah. Santun sekali lelaki itu. Tuturnya lemah lembut dan subhanallah gantengnya. Coba Nawan kayak dia. Aduh kenapa mikiran lelaki itu lagi sih. Buang jauh pikiranmu dari lelaki itu Re… Tuturku dalam hati.
Semenjak pertemuan itu hatiku semakin tergugah untuk bisa berteman dengan lelaki itu. Tapi dalam pikiranku apakah mau dia berteman denganku. Sedangkan aku saja tak pernah menggunakan jilbab. Apa dia mau berteman. Tapi sudahlah aku coba dulu untuk mendekatinya. Mana tahu dia bisa membantuku untuk menjadi wanita muslimah yang sejati.
Pagi-pagi aku sudah melihatnya berkumpul dengan teman-teman se-jurusannya. Gugup rasa hatiku untuk mendekatinya. Baru saja mau melangkah pergi. Dia malah memanggilku.
Ukhti.. tunggu… ukhti mencari saya? Tanyanya.
Sebenarnya iya. tapi sudahlah. Lanjutkan saja urusan kamu dengan teman-temanmu. Tuturku lagi.
Tidak apa-apa ukhti. Ada yang bisa saya bantu? Tanyanya lagi?
Kamu mau gak berteman dengan saya dan mau gak menuntun saya untuk menjadi wanita yang sesungguhnya wanita?
Alhamdulillh. Saya mau ukhti. Dengan senang hati saya akan membantu ukhti.
Terima kasih ya. Aku masuk dulu.
Baiklah. Assalamualaikum.
Waalaikum salam. Jawabku lagi.
Betapa senangnya aku bisa berteman dengan calon ustad. Tak tersadar olehku selama perjalanan ke kelas aku hanya tersenyum-senyum sendiri.
Lo kenapa Re? Tanya teman baruku namanya Nini.
Gak kenapa-kenapa kok. Lagi senang aja. Tuturku datar. Ya udah masuk yuk!!!
Ayo la.
Belum lagi masuk kedalam kelas aku sudah di kejutkan oleh peragaan mesra yang di tampilkan oleh Nawan dan Wisya. Mereka sengaja memanas-manasin aku. Tapi aku berusaha untuk sabar dan sabar. Aku tak menghiraukan kelakuan mereka. Langsung saja aku masuk ke dalam kelas.
Ketika waktu jam pelajaran berakhir. Aku langsung menyibukkan diriku dengan membaca buku–buku tentang ajaran islam yang tentang bagaimana wanita Islam beperilaku. Tak tersadar oleh ku dari tadi ada seseorang yang memperhatikanku. Ku coba untuk menoleh ternyata lelaki itu adalah Fajar.
Subhanallah. Awal yang baik. Tuturnya.
Hehehehe. Jawabku.
Kok ketawa sih. Ini semua bangus tau. Saya senang dengan perubahan kecil ini. Saran saya sebaiknya ukhti menggunakan jilbab.
Aku belum bisa.
Why?
Aku belum siap. Aku takut nanti membukanya lagi. Aku mau memakai jilbab jika hatiku sudah benar-benar kuat dan takkan tergoyangkan lagi.
Baiklah. Oh ya ukhti. Bolehkah sekiranya saya bertanya tentang sesuatu yang bersifat pribadi?
Boleh. Tentang apa?
Seringkah ukhti sholat?
Masih bolong-bolong.
Masya allah. Sholatlah ukhti. Karna sholat itu dapat menjauhkan kita dari perbuatan keji dan mungkar. Dan satu hal lagi. Taukah ukhti kenapa islam menganjurkan wanita untuk memakai jilbab?
Tahu.
Terus kalo tahu kenapa tidak di pakai?
Kan sudah di bilang tadi aku masih mau menguatkan hatiku dulu. Jika sudah pasti maka aku akan memakainya.
Baiklah. Saya akan tunggu masa itu. Yang kedua, apakah ukhti pernah pacaran?
Pernah. Bahkan sudah 5 tahun. Dan sekarang sudah kandas.
Ukhti ngapain aja selama pacaran?
Aku gak pernah ngapain-ngapain, bahkan pacarku memutuskanku gara-gara aku tak mau di cium sama dia.
Baguslah jika ukhti belum pernah di apa-apaka oleh lelaki lain.
Emangnya kenapa?
Karna jika ukhti pernah di apa-apakan. Kasian sama suami ukhti nanti. Dapat bekas orang.
Itulah yang tidak aku inginkan. Makanya aku tak mau pacaran yang melakukan hal-hal yang tidak baik.
Baiklah ukhti. Sekarang waktunya saya pergi. Saya harap ukhti tidak merasa tersinggung dengan ucapan saya. Beginilah saya. Assalamualaikum.
Tidak apa-apa kok. Waalaikum salam.
Lelaki yang baik dan sempurna. Bahagianya jika aku bisa menjadikan dia suamiku. Pasti rumah tanggaku akan selalu di pancarkan oleh sinar kesucian. Aku tergugah dengan kata-katanya. Aku akan berusaha untuk merubah semuanya. Semoga saja bisa berjalan lancar.
Hari ini aku datang ke kampus dengan penampilan yang sangat berbeda. Rambut yang selama ini aku ikat. Kini tersimpan di dalam jilabab. Baju yang dulu selalu sempit di badanku, kini berubah menjadi pakaian yang menutupi tubuhku. Hingga orangpun tak bisa melihat lekuk-lekuk tubuhku.
Sudah lama rasanya aku tidak bertemu dengan fajar. Semenjak hari itu. Aku tak pernah melihat bayang-banyaknya di tempat aku kuliyah.
Aku langsung saja masuk ke kelas untuk bertemu dengan Nini.
Ni lo ada liat gak Fajar yang sering aku ceritain sama lo?
Kemarin sih pernah liat. Tapi sekarang aku gak pernah liat lagi. kenapa sih?
Gak kenapa-kenapa. Cuma mau konseling aja sama dia.
Oh ya Re aku ada denger berita lo tentang fajar.
Berita apa?
Aku dengar-dengar dia mau ta’arufan sama seorang wanita?
Ta’arufan. Whit whom?
I do know.
Perih rasanya batinku mendengar berita itu. Hancur sudah harapanku. Ingin memiliki lelaki yang baik, namun sudah mencintai orang lain.
Nasib!!
Kok nasib sih Re? Why Re?
Nothing.
Kayaknya lo sedih deh tahu tentang berita ini. Jangan–jangan lo suka ya ma ustad itu? ayo ngaku?
Lo apaan sih. Mana ada aku suka sama dia. Lagian aku ini bukan tipe dia Nini. Dia itu suka sama perempuan yang bener-bener muslimah. Bukan kayak aku. Wanita yang baru tobat begini.
Tapikan lo punya perasaan lain sama dia. Itu tandanya lo lagi jatuh cinta sama ustad.
Mungkin kali ya. Ya udah deh, sekarang dia lagi ta’arupan. Jadi aku buang aja deh harapan ini.
Huhu… udah jangan sedih begitu Re. Mungkin belum jodoh dan mungkin ada lelaki yang lebih baik lagi buat lo dari pada fajar. Lo yang sabar aja ya.
Ya deh.. tuturku lagi.
Di kamarku. Aku merintih. Aku ingin rasanya di cintai oleh Fajar. Dan besar harapanku agar ta’arufan Fajar tidak berjalan mulus. Tapi perasaan itu aku coba untuk menghilangkannya dari pikiranku. Setelah lama aku melamun. Aku tersentak dengan suara ketukan pintu dari luar. Dan terdengar suara mama dari luar.
Sayang. Ada tamu. Keluar sebentar dan jangan lupa memakai jilbabmu.
Baik mama. Tuturku lagi.
Aku keluar dari kamar dan aku lagi-lagi di kagetkan oleh sesuatu. Tamu yang datang adalah Fajar dan keluarganya. Betapa bahagianya rasa hatiku.
Assalamualaikum.. tuturku.
Waalaikum salam. Tutur mereka semuanya.
Sayang maksud mereka ke sini untuk ta’arufan denganmu. Mama udah mendengar semuanya. Sekarang tinggal kamu. Mau atau tidak.
Menurut mama dan papa. Bagaimana. Rere serahkan semuanya sama mama dan papa.
Kalau begitu kita terima ya.
Ya ma..
Alhamdulillh. Kata fajar dan keluarganya.
Bagaimana jika sekarang kita melakukan akad nikahnya. Kamu siap nak fajar? tanya papa Rere.
Insyaallah siap pak.
Alhamdulillh. Ayo kita lakukan.
Setelah semuanya selesai. Sekarang aku sudah syah menjadi istri fajar dan siap menyerahkan jiwa dan ragaku untuk suamiku tercinta. Aku membuat kesimpulan tentang cinta. Tak perlu menjalin hubungan selama bertahun-tahun, namun akhirnya tak bisa bersatu. Namun hanya cukup waktu satu bulan untuk saling mengenal dan berakhir dengan sebuah pernikahan yang abadi.


Cerpen Karangan: Renny Puspa Sari
Blog: http://renny1786.blogspot.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar